يوشك أن تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الأكلة إلى قصعتها. قيل يا رسول الله أمن قلة يومئذ ؟ قال لا ولكنكم غثاء كغثاء السيل يجعل الوهن في قلوبكم و ينزع الرعب من قلوب عدوكم لحبكم الدنيا وكراهيتكم الموت). رواه أبو داود و احمد وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير 2/1359 ح 8183 و سلسلة الأحاديث الصحيحة ح 956.

Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)

Zaman terus bergulir menghampiri penghabisannya. Hadits-hadits nabi tentang datangnya akhir dari alam semesta semakin terpenuhi. Kita telah melihat bahwa ummat ini semakin mengikuti tingkah laku yahudi dan nashara.

Bukan hanya di mal-mal, bahkan di pasar-pasar tradisional, kita dapat melihat betapa ummat ini telah melangkah meninggalkan millah Islam dan terus saja mengikuti jejak yahudi dan nashara, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga ke lubang biawak pun mereka ikuti.

Ummat telah banyak yang melupakan Allah. Mereka terjebak dalam kenikmatan duniawi yang sementara. Mereka berbuat semaunya seolah surga dan neraka itu tak ada. Telah banyak diantara kita yang meninggalkan shalat fardhu sebagai tanda tak rindunya kita dengan Allah. Kalau pun kita shalat, kita shalat tanpa tahu ilmunya dengan baik dan benar. Kalau pun tahu ilmunya, hati dan fikirannya belum bisa benar dalam mendirikan sholat. Tetapi yang sangat perlu diperhatikan adalah mereka yang telah meninggalkan shalat fardhu. Apakah mereka tidak rindu untuk berjumpa dengan Allah?

Dari meninggalkan shalat itulah, ummat menjadi insan-insan yang mudah terjatuh kepada perbuatan keji dan mungkar. Narkoba dan minuman keras yang dulunya hanya diminum oleh orang-orang kafir, sekarang juga telah diminum oleh muslimin dengan penuh kebanggaan. Pembukaan aurat yang dulunya hanya dilakukan wanita-wanita kafir, kini juga dilakukan oleh muslimah dari yang muda hingga yang tua. Bahkan perzinahan di kalangan remaja pun menjangkiti para remaja muslim. Jika tahun baru dan valentine day tiba, hampir-hampir di muka bumi ini tidak tersisa lagi dari golongan Muhammad Rasulullah, kecuali sebagian kecil remaja yang meramaikan Masjid-Masjid dengan lafazh ‘Ya Allahu ya Allah’ untuk meredam musibah yang mungkin timbul akibat perbuatan sebagian besar ummat manusia yang terlena dalam kenikmatan duniawi di malam-malam tersebut.

Sebagian ummat Islam telah terjangkit dengan penyakit ‘hubbud dunya’, terlalu mencintai kehidupan duniawi. Mereka begitu bernafsu terhadap kehidupan dunia ini sehingga mereka lupa akan kematian, dan mereka tidak mau mengingat kematian, serta sangat takut terhadap mati. Mereka takut mati, selain karena amal mereka, juga lebih-lebih dikarenakan mereka tidak mau meninggalkan dunia yang sangat mereka cintai ini. Mereka mencintai dunia ini hingga malas beramal yang mendekatkan diri mereka kepada Allah. Mereka mencintai dunia ini hingga melupakan Allah, tidak merindukan-Nya, tidak pula mengharapkan pertemuan dengan-Nya. Kasihan, walau mereka sangat mencintai dunia ini, tetapi tetap saja, mereka pasti menemui kematian.

Jika mereka memang rindu untuk berjumpa dengan Allah, tentu mereka beramal shalih dengan penuh keikhlasan dengan mengharapkan keridhoan dari Allah. Tentu mereka berusaha untuk menyenangkan Allah dan melayani-Nya sebagaimana mestinya seorang hamba. Tetapi kebanyakan kita telah menjadi hamba dari nafsu kita sendiri dan terus melayani nafsu sebagai tuannya. Dan nafsunya begitu cinta terhadap kehidupan duniawi.

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi: 110)

Inilah potret generasi kita, dimana ummat semakin terjangkit penyakit Al-Wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.

Kemaksiatan, pada saat sekarang ini sudah menjadi pemandangan yang lazim di mana-mana. Lantas apakah kita akan berdiam diri melihat umat yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan Allah dan Rasulnya? Saat ini Umat Islam diuji, sejauh mana mereka peduli kepada sesama manusia, terlebih kepada sesama Muslim, maka sejauh itu pula pertolongan Allah SWT akan datang kepadanya. Jika sebaliknya, maka umat Islam justru akan merasakan berbagai musibah dan bencana.

”Hendaklah kamu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika tidak, maka Allah SWT akan menguasakan atasmu orang-orang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka).” (HR Abu Dzar).

Inilah hakikat makna yang sesungguhnya dari pertalian persaudaraan sesama Muslim. Yakni, adanya rasa sedih bila melihat saudaranya belum mau menaati perintah Allah SWT, ada kerisauan yang mendalam akan kemurkaan Allah SWT kepada mereka.

”Tidaklah seseorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan ia berada dalam suatu kaum, namun kaum itu tidak mencegahnya walaupun mereka mampu, melainkan Allah SWT akan menimpakan bencana yang pedih ke atas kaum itu sebelum mereka mati.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Maka sudah jelas bagi kita, inilah sumber berbagai musibah, bencana, dan malapetaka yang berturut-turut datang silih berganti di negeri ini. Yaitu, kelalaian kita yang terus-menerus justru berkubang dalam sikap egois, membangun ketidakpedulian kepada saudara-saudara kita yang masih berani menentang perintah Allah SWT. Perhatikan perumpamaan Rasulullah saww berikut :

مَثَلُ القَائِمِ في حُدُودِ اللهِ وَالوَاقعِ فِيهَا ، كَمَثَلِ قَومٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصابَ بَعْضُهم أعْلاهَا ، وبعضُهم أَسْفلَهَا ، فكان الذي في أَسفلها إذا استَقَوْا من الماء مَرُّوا على مَنْ فَوقَهمْ ، فقالوا : لو أنا خَرَقْنا في نَصِيبِنَا خَرقا ولَمْ نُؤذِ مَنْ فَوقَنا ؟ فإن تَرَكُوهُمْ وما أَرَادوا هَلَكوا وهلكوا جَميعا ، وإنْ أخذُوا على أيديِهِمْ نَجَوْا ونَجَوْا جَميعا

“Perumpamaan orang yang teguh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya adalah seperti sekolompok orang yang sedang membagi tempat di dalam sebuah kapal, ada yang mendapatkan tempat di atas, dan ada yang memperoleh tempat di bawah. Sedang yang di bawah jika mereka membutuhkan air minum, maka mereka harus naik ke atas, maka mereka akan mengatakan: “Lebih baik kami melobangi tempat di bagian kami ini, supaya tidak mengganggu kawan-kawan kami di atas. Rasulullah shallallahu’alaihi wa alihi wasallam berkata, Maka jika mereka yang di atas membiarkan mereka, pasti binasalah semua orang yang ada di dalam perahu tersebut, namun apabila mereka mencegahnya semuanya akan selamat”

Kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberi kekuatan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk kemungkaran dan kebatilan. (by ustad Habib Ahmad)


CINTA DUNIA DAN TAKUT MATI

Semua tentu takut menghadapi kematian. Apalagi kita yakin bekal kita masih kurang untuk menghadapinya. Namun ada rasa takut akan kematian yang tercela dan ada pula yang tidak tercela. Yang tercela bila rasa takut tersebut didasari akan cinta yang berlebihan pada dunia sehingga melupakan akhirat.

Hadits “Suka Berjumpa dengan Allah”

Dalam hadits dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ ». فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ فَكُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ فَقَالَ « لَيْسَ كَذَلِكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَرِضْوَانِهِ وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَسَخَطِهِ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ »

“Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya. Sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah, Allah juga membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi Allah? Tentu kami semua takut akan kematian.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lantas bersabda, “Bukan begitu maksudnya. Namun maksud yang benar, seorang mukmin jika diberi kabar gembira dengan rahmat, keridhoan serta surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka Allah pun suka berjumpa dengan-Nya. Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar dengan siksa dan murka Allah, ia pun khawatir berjumpa dengan Allah, lantas Allah pun tidak suka berjumpa dengan-Nya.” (HR. Muslim no. 2685).

Para ulama menggolongkan takut akan kematian menjadi dua macam:

1. Takut yang tidak tercela, yaitu takut mati yang sifatnya tabi’at yang setiap orang memilikinya.

2. Takut yang tercela, yaitu takut mati yang menunjukkan tanda lemahnya iman. Takut seperti ini muncul karena terlalu cinta pada dunia dan tertipu dengan gemerlapnya dunia sehingga banyak memuaskan diri dengan kelezatan dan kesenangan tersebut. Inilah yang disebutkan dalam hadits dengan penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.

Hadits tentang penyakit wahn,

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».

Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani. Lihat penjelasan hadits ini dalam ‘Aunul Ma’bud).

Cinta dunia dan takut mati di sini adalah dua hal yang saling melazimkan. Itu berarti jika seseorang tertipu dan terlalu cinta pada dunia, maka ia pun begitu khawatir pada kematian. Lihat pembahasan dalam ‘Aunul Ma’bud. Inilah yang membuat rasa takut terhadap kematian itu tercela.

Baca artikel “Sebab Lemahnya Kaum Muslimin“.

Mengingat Mati

Namun mengingat mati sebenarnya suatu yang dituntut pada setiap orang. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani). Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).

Kita juga dapat mengambil pelajaran dari ayat,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2). Dalam Tafsir Al Qurthubi disebutkan bahwa As Sudi berkata mengenai ayat ini, yang dimaksud orang yang paling baik amalnya adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang yang paling baik persiapannya menjelang kematian. Ia pun amat khawatir menghadapinya.

Faedah Mengingat Mati

1. Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه

“Ingatlah kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)

3. Mengingat kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.

4. Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه

“Perbanyaklah banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).

5. Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ

“Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.” (QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.

Nasehat Imam Ad Daqoq

Imam Qurthubi menyebutkan dalam At Tadzkiroh mengenai perkataan Ad Daqoq mengenai keutamaan seseorang yang banyak mengingat mati:
1. menyegerakan taubat
2. hati yang qona’ah (selalu merasa cukup)
3. semangat dalam ibadah

Sedangkan kebalikannya adalah orang yang melupakan kematian, maka ia terkena hukuman:
1. menunda-nunda taubat
2. tidak mau ridho dan merasa cukup terhadap apa yang Allah beri
3. bermalas-malasan dalam ibadah.

Semoga Allah menghindarkan kita dari penyakit cinta dunia dan takut mati.

===================
Referensi: Ahkamul Janaiz Fiqhu Tajhizul Mayyit, Kholid Hannuw, terbitan Dar Al ‘Alamiyah, cetakan pertama, 1432 H, hal. 9-13
www.rumaysho.com